Senin, 21 Mei 2012

Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia


Berdirinya PI berawal dari didirikannya Indosche Vereniging tahun 1908 di Belanda, iorganisasi ini bersifat moderat (selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem) sebagai perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia di Belanda untuk memperbincangkan masalah dan persoalan tanah air. Pada awalnya Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi sosial. Memasuki tahun 1913, dengan dibuangnya tokoh Indische Partij ke Belanda maka dibuatlah pokok pemikiran pergerakan yaitu Hindia untuk Hindia yang menjadi nafas baru. Perkumpulan mahasiswa Indonesia. Iwa Kusumasumantri sebagai ketua menyatakan 3 azaz pokok Indische Vereeniging yaitu:
1)      Indonesia menentukan nasibnya sendiri
2)      Kemampuan dan kekuatan sendiri
3)      Persatuan dalam menghadapi Belanda

Tahun 1925 Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya Indonesia merdeka. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI Belanda maupun di luar negeri, diantaranya ikut serta dalam kongres Liaga Demikrasi Perdamaian Internasional tahun 1926 di Paris, dalam kongres itu Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan akan kemerdekaan Indonesia. Demikian pula pendapat-pendapat mereka banyak disampaikan ke tanah air. Aksi-aksi yang dilakukan menyebabkan Hatta dkk dituduh melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena dituduh menghasut untuk pemberontakan terhadap Belanda maka tahun 1927 tokoh-tokoh PI diantaranya M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili. Tindakan-tindakan PI dapat dikatakan radikal, apakah radikal itu? Radikal adalah suatu paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan secara keras.
Tokoh-tokoh perhimpunan Indonesia, Guanawan Mangunkusumo, Moh. Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan Sartono. Menurut pendapat Anda apakah benar Perhimpunan Indonesia merupakan manifesto pergerakan nasional Indonesia. Karena status anggota PI sebagai mahasiswa membawa posisi mereka tanpa ikatan sosial politik tertentu dan tidak memiliki kepentingan untuk mempertahankan kedudukan, sehingga mereka tidak khawatir dalam bertindak terang-terangan melawan pemerintah Bealnda Organisasi ini juga membuat lambang untuk Indonesia diantaranya merah putih sebagai bendera. Semenjak berakhirnya PD I perasaan anti kolonialis dan imperialis di kalangan pimpinan dan anggota PI semakin menonjol, apalagi setelah ada seruan dari Presiden AS, Woodrow Wilson mengenai hak untuk menetukan nasib bangsa sendiri. Tahun 1925 PI semakin tegas memasuki kancah politik, yang juga didorong juga oleh kebangkitan nasionalisme di Asia-Afrika. Disamping itu, mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia semata-mata, dan hal yang demikian itu hanya bias dicapai oleh rakyat Indonesia sendiri tanpa mengharapkan bantuan siapapun dan pada prinsipnya menghindarkan perpecahan demi tercapainya tujuan. Dengan pemikiran yang demikian tegas, wajarlah apabila PI menjadi satu ancaman terhadap kredibilitas pemerintah Belanda dalam menjalankan kolonialismenya di Indonesia.
Pergerakan Nasional antara tahun 1926-1939 dimulai dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Bermula dari orang Algemenee Studie Club di Bandung tahun 1926, Ir. Sukarno dkk seperti Mr. Sumaryo, Ali Sastroamijoyo, & Mr. Sartono bermaksud menggalang perjuangan melalui organisasi yang bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Dalam Azasnya PNI berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk perbaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah kemerdekaan nasional.Oleh karena itu, maka semua kekuatan haruslah ditujukan ke arah kemerdekaan nasional.Dengan kemerdekaan nasional rakyat akan dapat memperbaiki rumah tangganya dengan tanpa gangguan. PNI ingin sekali melihat rakyat Indonesia bisa mencapai kemerdekaan politik untuk mencapai pemerintahan nasional, mencapai hak untuk mengadakan Undang-undang sendiri dan mengadakan aturan-aturan sendiri dalam mengadakan pemerintahan.
Sesudah PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah Hindia Belanda akibat pemberontakannya tahun 1926-1927, maka dirasakan perlunya wadah untuk menyalurkan hasrat dan aspirasi rakyat yang tidak mungkin lagi ditampung oleh organisasi-organisasi politik yang ada pada waktu itu. Sejalan dengan hal tersebut muncul organisasi kebangsaan dengan corak politik nasionalis murni yaitu PNI yang didirikan tanggal 4 Juli 1927. Kehadiran PNI benar-benar jadi tantangan pemerintah Hindia Belanda karena organisasi ini benar-benar menunjukkan perlawanannya.
Dari azaz maupun tujuannya, terlihat bahwa PNI merupakan organisasi politik yang ekstrim dan radikal yang tentu saja berlawanan dengan keinginan pemerintah Belanda.Oleh karena itu berkali-kali tokoh-tokohnya diperingatkan agar tidak melakukan kegiatan, terutama yang berhubungan dengan massa, seperti rapat-rapat umum. Mengapa rapat umum dilarang, karena biasanya rapat umum menarik ribuan massa untuk berkumpul.Walaupun demikian, semangat pantang menyerah tokoh PNI tetap berkobar, bahkan pada tanggal 17-18 Desember 1927, PNI berhasil memelopori terbentuknya organisasi sosial politik se Indonesia dalam bentuk (PPPKI). Permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia. Kegiatan-kegaitan yang dilakukan oleh tokoh PNI menyebabkan pemerintah Hindia Belanda kehilangan kesabaran sehingga melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI, seperti Ir. Soekarno, Maskun, Supriadinata dan Gatot Mangkupradja.Mereka kemudian diadili dan dimasukkan penjara suka miskin Bandung.
Organisasi pemuda yang pertama berdiri adalah Trikoro Darmo yang kemudian berubah nama menjadi Jong Java. Setelah munculnya Jong Java, berdiri organisasi pemuda yang serupa dengan nama suku atau daerahnya masing- masing, seperti Jong Sumatranen Bod, Jong Celebes, Jong ambon, dll. Semua organisasi kedaerahan ini punya tujuan yang sama untuk memajukan Indonesia dan mencapai kemerdekaan. Para pemuda tersebut secara langsung tidak berkiprah dalam gerakan yang bercorak politik, namun lebih mengarah pada usaha untuk memajukan kebudayaan daerah masing-masing.
Dalam kongres pemuda ke II tercapai suatu kesepakatan adanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yang merupakan cermin persatuan dan kesatuan yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda. Pada waktu Kongres Pemuda II berlangsung, dikibarkan pula bendera merah putih dengan iringan lagu Indonesia Raya karya W.R. Supratman. Sumpah Pemuda ini merupakan sebuah momentum yang sangat penting karena sejak saat itu telah timbul suatu perasaan kebangsaan dan perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan semakin nyata. Untuk lebih jelasnya berikut ini dicantumkan hasil Kongres Pemuda Indonesia II yang disetujui pada tanggal 28 Oktober 1928.
·         PUTUSAN KONGRES PEMUDA-PEMUDA INDONESIA
Kerapatan pemuda-pemuda Indonesia yang berdasarkan dengan nama Jong Java, Jong Sumatera (Pemuda Sumatera), Pemuda Indonesia, Sekar Rukun Jong Islamieten, Jong Batak Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, dan Perhimpunan Pelajar Indonesia. Membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di negeri Jakarta. Sesudahnya mendengar segala isi-isi pidato-pidato dan pembicaraan ini.
Kerapatan lalu mengambil kepoetusan:
Pertama:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA
Kedua:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE BANGSA INDONESIA
Ketiga:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN BAHASA INDONESIA

Setelah mendengar poetusan ini, kerapatan mengeloearkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkoempulan-perkoempulan kebangsaan Indonesia. Mengeloearkan keyakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar poetusannya:
·         KEMAJUAN SEJARAH BAHASA, HUKUM ADAT, PENDIDIKAN DAN KEPANDUAN
dan mengeloearkan penghargaan soepaya poetusan ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibacakan dimuka rapat perkumpulan- perkumpulan. Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda tersebut, mendorong organisasi pergerakan nasional yang bersifat politik untuk kesatuan melawan pemerintah Hindia Belanda. Dengan keyakinan bahwa perjuangan secara bersama akan lebih mudah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, maka pada tanggal 17-18 Desember 1927 dibentuklah suatu permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), yang dipelopori oleh Ir. Sukarno dari PNI. Perhimpunan ini terdiri dari beberapa organisasi pergerakan nasional seperti PSII, BU, PNI, Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Kaum Betawi dan Kelompok Studi Indonesia. PPPKI diharapkan mampu mempersatukan dan menjadikan gerakan politik nasional berada dalam satu koordinasi yang baik. Dalam perkembangan selanjutnya, PPPKI tidak mampu mewujudkan cita-citanya, hal ini disebabkan adanya pertentangan antara tokoh-tokoh partai yang tergabung di dalamnya. Tekanan dari pemerintah Hindia Belanda juga menjadi salah satu sebab semakin menurunnya peran perhimpunan ini dalam pergerakan nasional Indonesia. Upaya untuk meraih kemerdekaan terus dilakukan, baik melalui perjuangan kooperatif maupun non kooperatif. Belanda selalu menutup jalan dan melakukan penekanan terhadap gerakan non kooperatif sementara terhadap gerakan yang kooperatifpun diwajibkan selalu minta izin apabila akan mengadakan kegiatan. Hal tersebut membuat kesal para tokoh pergerakan, sehingga melalui  Volksraad (dewan rakyat), partai-partai yang tergabung dalam PPPKI mengeluarkan petisi tanggal 15 Juli 1936. Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutardjo itu ditanda tangani oleh Sutarjo, IJ. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk tumenggung dan Kwo Kwat Tiong, berisi usulan kepada pemerintah Belanda untuk membahas status politik Hindia Belanda 10 tahun mendatang. Belanda menolak petisi tersebut. Hal ini tentu membuat para tokoh pergerakan kecewa. Gagalnya petisi Sutarjo merupakan tantangan bagi para tokoh pergerakan nasional. Untuk mengatasi kekecewaan tersebut di atas maka para tokoh pergerakan nasional mendirikan organisasi baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia (GAPI) pada tanggal 21 Mei 1939. Gapi merupakan gabungan dari Parindra (Partai Indonesia raya), Gerakan Indonesia (Gerindo), Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia (PII), Partai Katolik Indonesia, Pasundan dan (PSII) Partai Serikat Islam Indonesia. Langkah yang ditempuh GAPI adalah mengadakan Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Adapun tujuan dari kongres ini adalah “Indonesia Berparlemen”. GAPI menuntut agar rakyat Indonesia diberikan hak-hak dalam urusan pemerintahannya sendiri. Keputusan penting lain setelah “Indonesia berparlemen adalah penetapan merah putih sebagai bendera Indonesia, lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan penggunaan bahasa Indonesia bagi seluruh rakyat di Hindia Belanda.
Tuntutan GAPI ditanggapi oleh pemerintah Belanda dengan Komisi Visman. Komisi ini bertujuan untuk menyelidiki keinginan bangsa Indonesia. Ternyata komisi ini bekerja tidak jujur dan lebih memihak kepada Belanda. Pemerintah Hindia Belanda” hanya berjanji akan memberikan status dominion kepada Indonesia dikemudian hari”. Nah, demikianlah peranan organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan. Apakah ada hal lain yang turut perperan dalam perjuangan tersebut? Tentu pergerakan Nasional Indonesia tidak terlepas dari peranan pers dan peranan wanita. Pada tahun 1909, E.F.E Douwes Dekker (Danudirja Setya budi) memberikan sebuah uraian awal tentang pers di Indonesia, bahwa kedudukan pers berbahasa Melayu lebih penting daripada pers Belanda.Karena dengan berbahasa Melayu simpati dari kalangan pembaca pribumi lebih besar. Perkembangan pers bumiputera yang berbahasa melayu menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintah kolonial untuk menerbitkan sendiri suratkabar berbahasa Melayu yang cukup besar dengan sumber-sumber pemberitaan yang baik. Menurut Douwess Dekker secara kronologis suratkabar berbahasa Melayu yang tertua adalah Bintang Soerabaja (1861) dengan pokok pemberitaan mengenai usaha menentang pemerintah dan pengaruhnya terhadap orang-orang Cina di Jawa Timur. Kemudian berikutnya adalah Pewarta Soerabaja (1902) dengan pembacanya terbanyak dari masyarakat Cina. Salah satu surat kabar yang terpenting adalah Kabar Perniagaan (1902), ada pula mingguan oposisi Ho-Po. Pelopor Pers Nasional adalah Medan Prijaji yang dipimpin oleh R.M.Tirtoadisuryo, terbit tahun 1907 sebagai mingguan, dan sejak 1910 menjadi surat kabar harian. Sementara surat kabar yang membawa suara pemerintah dalam bahasa melayu adalah Pancaran Warta (1901) dan Bentara Hindia (1901).
Peranan Pers dalam usaha membantu menumbuhkembangkan kesadaran nasional cukup besar artinya bagi langkah perjuangan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan.Ada keterkaitan yang erat antara pers nasional dengan pergerakan- pergerakan kebangsaan sebagai penerus ide-ide nasionalisme. Sejalan dengan pergerakan pemuda dalam pergerakan nasional, timbul pula pergerakan yang dipelopori oleh kaum wanita. Pelopor gerakan kaum wanita adalah RA Kartini yang menyerukan agar wanita Indonesia diberi pendidikan karena wanita juga memikul tugas suci.Pendidikan untuk wanita Indonesia adalah untuk mengangkat derajat sosialnya karena selama ini wanita dianggap rendah oleh bangsa Indonesia. Setelah sebagian wanita Indonesia mendapatkan pendidikan barat dan bergaul dengan tokoh-tokoh emansipasi Barat bermunculanlah perkumpulan atau organisasi wanita, diantaranya Putri Mardika, kemudian sekolah Kautamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika di Bandung pada tahun 1904.Selanjutnya pada tahun 1920 muncul perkumpulan wanita yang bergerak di bidang social dan kemasyarakatan, seperti De Gorontalo Mohammedaanshe Vrowen Vereeniging di Minahasa dan wanito Utomo di Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya, wanita mulai mendirikan perkumpulan sendiri untuk memperjuangkan cita-citanya. Organisasi yang terkenal antara lain Perserikatan Perempuan Indonesia, Istri Sedar, dan Istri Indonesia. Organisasi- organisasi ini kemudian mengadakan kongres perempuan Indonesia yang menanamkan semangat kebangsaan.



SAREKAT ISLAM

A.    MUNCULNYA GERAKAN SAREKAT ISLAM
Sebelum menggunakan nama Sarekat Islam, organisasi ini bernama Saarekat Dagang Islam (SDI), yang didirikan oleh Wirjodikoro yang setelah menunaikan ibadah haji bernama Haji Samanhudi di Solo pada akhir 1911. Sebenarnya ada pula sebagian pendapat yang mengatkan bahwa SDI telah berdiri pada tahun 1905. Tujuan SDI adalah memajukan perdagangan, melawan monopoli Toinghoa dan memanjukan Agama Islam. Karena itulah, SDI disebut gerakan nasionalistis-religius-ekonomis. Dalam perkembangannya, SDI tidak sekadar menjadi organisasi yang ebrgeak dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang politik. Perjuangan dalam bidang politik dilakukan sebagai reaksi atas Christelijke Zending atauKristening-Politiek yang dilakukan terhadap pengajaran agama di Indonesia. Namun, Belanda justru memberi kesempaatan kepada pengajaran zending dan missie. SDI adalah simbol perlawanan atas kesewenang-wenangan Pemerintah Kolonial Belanda.
SDI mengarahkan pergerakannya di kalangan rakyat kebanyakan. Salah satu sebab berdirinya SDI adalah untuk melawan perdagangan Bangsa Tiionghoa, maka sering terjadi permusuhan dan persaingan natara pedanagn Toinghoa dan Pedagang Islam (Indonesia). Hal ini menimbulkan ketegangan dikedua belah pihak yang menebabkan terjadinya huru-hara. Pemerintah menganggap SDI bertanggung jawab atas semua ketegangan-ketegangan tersebut. Maka SDI diskors oleh Residen Surakarta pada tanggal 12 Agustus 1912. Namun, karena tidak ada tanda-tanda penentangan SDI, maka tanggal 26 Agustus 1912, skorsing itu dicabut kembali.
1.      Perubahan Sarekat Dagang Islam Menjadi Sarekat Islam.
Di kalangan para pemimpin SDI timbul niat untuk memperluas kegiatannya. Pada tanggal 10 September 1912 dengan kedatangan H. O. S. Tjokroaminoto maka disusunlah Anggaran Dasar (AD) baru yang isinya memperluas dan mempergiat usaha di bidang social, pendidikan, agama serta perubahan nama menjadi Sarekat Islam (SI) yang pengesahannya dilakukan di hadapan notaris B. Terkuile. Kemudian tanggal 12 September 1912 setelah sampai di Surabaya Tjokroaminoto menyampaikan AD SI itu. Haji Samanhudi menjabat Ketua Pengurus Besar yang pertama dan Tjokroaminoto sebagi Komissarisnya. Peraturan tersebut memungkinkan pembentukan cabang-cabang di bawah peimpinan pengurus besar. AD tersebut memuat tujuan SI yaitu;
·         Memajukan perdagangan
·         Memberikan pertolongan kepada kepada anggota yang mengalami kesukaran ( semacam koperasi )
·         Memajukan  kepentingan rohani dan jasmani penduduk pribumi
·         Memajukan agama Islam
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan bahwa SI lebih menitikberatkan pada bidang ekonomi dan agama. Sementara tujuan politik tidak ada. Akan tetapi ini hanyalah siasat belaka karena memang pada saat itu kegiatan perpolitikan dilarang pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah pasal 111. Sementara dalam aksinya justru banyak menentang pemerintahan. Maka tak diragukan lagi, periode SI adalah periode kebangkitan revolusioner dalam arti tindakan yang gagah berani melawan penindasan kolonial.
Kongres SI pertama berlangsung pada tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya. SI berhasil berkembang dengan baik. Misalnya SI cabang Jakarta memiliki 13.000 anggota. Oleh kekhawatiran itu, pemerintah kolonial berusaha membendung gerakan ini. Mereka menyebutkan bahwa semua cabang harus berdiri sendiri. Penetapan ini dikeluarkan apda tanggal 30 Juni 1913. SI-SI lokal memiliki tujuan AD yang sama, yaitu:
·         Memajukan pertanian, perdagangan,kesehatan, pendidikan, dan pengajaran;
·         Memajukanh idup menurut perintah agama dan menghilangkan paham-paham yang keliru dalam agama Islam;
·         Mempertebal rasa persaudaraan dan saling tolong menolong di antara anggotanya
Pada tahun 1913, SI daerah yang diakui pemerintah berjumlah 56 buah. Untuk mengkoordinasi SI-SI local itu, pimpinan SI berinisiatif membentuk Central Sarekat Islam (CSI). CSI berhasil memperoleh pengesahan hukum dari pemerintah tertanggal 18 Maret 1916. Pengurus CSI yang pertama adalah Tjokroaminoto (ketua), Abdul Muis dan H. Gunawan (wakil ketua), dan Haji Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Pada tanggal 17-24 Juni 1916, CSI mengkoordinasi SI local untuk mengadakan kongres yang diselenggarakan di Bandung. Perwakilan dari SI-SI local itu berjumlah delapan puluh. Kongres dipimpin oleh Tjokroaminoto. Jumlah anggota yang mewakili lebih kurang 360.000. Jumlah semua anggota pada saat itu lebih kurang 800.000. Sarekat Islam mengajukan dua nama untuk menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) yang dibuka pada tanggal 18 Mei 1912. SI mengirimkan Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai perwakilan mereka.
Kongres Nasional SI ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 29 September-6 Oktober 1918 di Surabaya. Kongres memutuskan untuk menentang Pemerintahan Belanda sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme, anggapan pegawai negeri Indonesia sebagai alat penyokong kepentingan kapitalis, mengadakan peraturan tentang kaum buruh untuk menentang kapitalisme, dan mengorganisasi kaum buruh. SI menggabungkan diri kedalam Radicale Concertatie pada tanggal 16 November 1918.
Kongres keempat pada tanggal 26 Oktober-2 November 1919 di Surabaya. Dalam kongres ini pembicaraan utamanya adalah tentang serikat sekerja. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin sarikat sekerja adalah Sosorokardono Sementara peningkatan jumlah anggota SI meenjadi 2juta lebih anggota.
2.      Seputar Lambang Banteng Dalam Sarekat Islam.
Pada masa awal, SI menggunakan lambang yang sangat rumit. Salah satu symbol dalam lambangnya adalah banteng. Lambang ini disahkan pada 23 Oktober 1917. Sepuluh tahun sebelum PNI didirikan 4 Juli 1927 dan empat belas tahun sebelum Partai Indonesia (Partindo) didirikan 30 April 1931. Lalu lambang banteng itu diambil menjadi lambang PNI oleh Soekarno atas izin dari H.O.S Tjokroaminoto yang tak lain adalah menantu Bung Karno. Tjokroaminoto mengizinkannya karena pada saat itu SI telah menyederhanakan lambangnya hanya dengan Bulan Bintang. Bung Karno menyederhanakannya dengan hanya menjadi kepala banteng saja. Lalu ketika PNI dibubarkan oleh Sartono, dan kemudian mendirikan Partindo, seluruh badan banteng yang mirip lambang SI dipakai lagi oleh Partindo.

B.     SEJARAH PERGERAKAN SAREKAT ISLAM
Sejak pergantian nama menjadi Sarekat Islam, pergerakan SI menjadi sangat luas dan mengalami pasang surut. Masa perkembangan dan masa kememasan SI telah dijelaskan pada pembahasan terdahulu. Kini akan menjaelaskan mengapa SI mengalami kemerosotan.
Terjadinya pemberontakan Toli-Toli pada tanggal 5 Juni 1919 dan pemberontakan rakyat di Cimareme. Dalam pemberontakan tersebut, SI sebenarnya tidak tersangkut. Namun pemerintahan kolonial menganggap SI ada hubungannya dengna pemebrontakan tersebut. Maka mereka bertidak keras terhadap SI. Akibatnya jumlah anggota SI merosot. Sebab-sebab tersebut diperhebat dengan munculnya propaganda komunis. Pada waktu itu, telah berdiri perkumpulan Indisch Sociaal Democratische Verengining (ISDV). Yang dipimpin oleh Sneevliet dan Semaun. Perkumpulan ini melakukan inflitrasi kedalam tubuh SI. Semaun memimpin dua organisasi, yaitu sebagai Ketua Cabang SI Semarang dan ketua ISDV. Sesudah Revolusi Bolsevik di Rusia pada Oktober 1917, ISDV menyatakan diri sebagai organisasi komunis dengan nama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 23 Mei 1920.
Pada tahun 1923, SI mengadakan kongres yang ketujuh di Madiun. Memutuskan untuk mengganti CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Setelah berganti nama menjadi PSI, perkumpulan ini kegiatannya sebagai berikut :
*      PSI bersama Muhammadiyah mendirikan badan All Islam Congress di Garut pada 21 Mei 1924;
*      Karena Volksraad dianggap tidak menguntungkan, maka PSI menjalankan politik non koperasi;
*      Pada tahun 1927 organisasi ini mengubah haluannya menjadi mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan Agama Islam.

PSI meningkat menjadi gerakan kebangsaan pada tahun 1927. Pada saa itu, PSI mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu terjadi karena masuknya Dr. Sukiman dalam PSII. Masuknya Dr. Sukiman menimbulkan perpecahan di tubuh PSII. Golongan Tjokroaminoto dan H. Agus Salim (golongan tua) tidak setuju dengan cara-cara Dr. Sukiman (golongan muda). Dr. Sukiman kemudian dipecat dari PSII. Ia mendirikan partai baru yaitu Partai Islam Indonesia (PII). Namun ternyata akibatnya sangat buruk. Maka tak ada cara lain kecuali PSII mencabut pemecatan Dr. Sukiman. Akan tetapi tenyata tidak bertahan lama. Akhirnya Dr. Sukiman keluar lagi dari PSII. Perpecahan dalam tubuh PSII terus berlanjut dengan keluarnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Akhirnya, PSII terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu aliran Kartosoewirjo, aliran Abikusno, dan aliran Sukiman. Hal itu mengakibatkan kerugian pada gerakan islam sendiri, yaitu kedudukannya sebagai partai besar mengalami kemunduran.

C.     IDEOLOGI SAREKAT ISLAM
Ideologi yang dibawa oleh SI adalah nasionalisme yang berbasis Agama Islam. Namun infiltrasi yang dilakukan oleh komunis menyebabkan perpecahan ditubuh SI karena perbedaan ideology. SI terpecah menjadi SI Putih dan SI Merah. SI Putih dipimpin oleh Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Sementara SI Merah dipimpin oleh Semaun dan Darsono. Jiwa besar para pemimpin SI dalam menghadapi komunisme masih jelas dalam kongres tanggal 2-6 Maret 1921. Dalam kongres ini H. Agus Salim memegang peranan penting. Karena ia diserahi tugas bersama Semaunya untuk menetapkan dasar-dasar baru sebagai pengganti dasar 1917 yang pada pokoknya menentukan bahwa penjajahan dalam bidang politik dan ekonomi itu disebabkan kapitalisme. SI masih memberikan hati kepada kaum komunis yang diwakili Semaun dan Darsono. Mereka sebagai ketua dan wakil ketua PKI di samping masih memegang jabatan sebagai pengurus SI. Mereka pun tetap berusaha berada dalam SI dengan meksud agar dapat menggantikan inti batin organisasi dari Islam menjadi Komunis.
Namun dalam kongres luar biasa SI pada tahun 1921, Semaun dan kawan-kawannya dikeluarkan dari SI. Mereka mengubah nama SI Merah menjadi Sarekat Rakyat. PKI menyatakan Sarekat Rakyat sebagai organisasi bawahannya.

Minggu, 20 Mei 2012

sejarah pergerakan nasional indonesia


BUDI UTOMO

A. Sejarah Berdirinya Budi Utomo
Sebuah perkumpulan bercorak nasionalis pertama di Indonesia, didirikan Rabu pagi, 20 Mei 1908 di Jakarta, yang tanggal tersebut kemudian dijadikan Hari Kebangkitan Nasional. Dipelopori oleh pemuda-pemuda dari STOVIA, Sekolah Peternakan dan Pertanian Bogor, Sekolah Guru Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang dan Probolinggo serta Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya. Para pelajar terdiri dari Mas Soeradji, Mas Muhammad Saleh, Mas Soewarno A., Mas Gunawan, Mas Suwarno B., R. Mas Gumbreg, R. Angka, dan Soetomo. Nama Budi Utomo diusulkan oleh Mas Soeradji dan semboyan yang dikumandangkan adalah Indie Vooruit (Hindia Maju) dan bukan Java Vooruit (Jawa Maju).
Pembentukannya berawal dari perjalanan dokter Wahidin Sudirohusodo yang mengadakan kampanye di kalangan priayi Jawa antara tahun 1906-1907. Tujuannya ialah meningkatkan martabat rakyat dan bangsa. Peningkatan ini akan dilaksanakan dengan membentuk Dana Pelajar (Studiefonds) yang merupakan lembaga untuk membiayai pemuda pemuda yang cerdas tetapi tidak mampu melanjutkan studio Pada akhir tahun 1907, dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo, seorang pelajar dari STOVIA di Jakarta. Berdasar pertemuan itu, Sutomo menceriterakan kepada teman-temannya di STOVIA maksud dan tujuan dr. Wahidin.
Tujuan yang semula hanya mendirikan suatu dana pelajar, diperluas dengan jangkauan yang kelak memungkinkan berdirinya organisasi Budi Utomo. Istilah Budi Utomo terdiri atas, kata budi yang berarti perangai atau tabiat dan utomo yang berarti baik atau luhur. Jadi Budi Utomo, menurut pendirinya, adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat.

B.  Tujuan Budi Utomo
Tujuan Budi Utomo adalah memperoleh kemajuan yang harmonis bagi nusa dan bangsa Jawa dan Madura. Pada waktu itu ide persatuan seluruh Indonesia belum dikenal. Karena itu yang dikehendaki Budi Utomo, hanyalah perbaikan sosial yang meliputi Jawa dan Madura, juga kata kemerdekaan sama sekali belum disebut. Untuk melaksanakan tujuan tersebut ditempuh beberapa usaha:
(1)       Memajukan pengajaran sesuai dengan apa yang dicita citakan dr. Wahidin. Ini merupakan usaha pertama untuk mencapai kemajuan bangsa.
(2)       Memajukan pertanian, peternakan, perdagangan. Jadi sudah dimengerti bahwa kemajuan harus juga meliputi bidang perekenomian. 
(3)       Memajukan teknik dan industri, yang berarti bahwa ke arah itu sudah menjadi cita-cita.
(4)       Menghidupkan kembali kebudayaan.

C. Terpilihnya Sutomo Sebagai Ketua
Terpilih sebagai Ketua Budi Utomo ialah Sutomo. Para pendukungnya antara lain Gunawan, Suradji, Suwardi Suryaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Pada tanggal 5 Oktober 1908, diadakan kongres Budi Utomo pertama di Yogyakarta. Ini dilakukan untuk mengesahkan Anggaran Dasar organisasi serta membentuk pengurus besar. Susunan personalianya adalah sebagai berikut:
o   Ketua, Tirtokusumo (Bupati Karanganyar) 
o   Wakil Ketua, dr. Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa)
o   Sekretaris, Dwidjosewojo dan Sosrosugondo (keduanya guru di Kweekschool Yogyakarta);
o   Bendahara, Gondoatmodjo (Opsir Legiun Pakualaman); 
o   Komisaris, Suryodiputro (Jaksa Kepala Bondowoso),
o   Djojosubroto (Wedana Kota Bandung),
o   Gondosubroto (Jaksa Kepala Surakarta dan
o   dr. Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak).
Budi Utomo tergolong organisasi pertama di antara organisasi bangsa Indonesia yang disusun secara modern. Merupakan organisasi kebangsaan yang berdasar pada usaha individu yang bebas dan sadar terhadap persatuan. Surat kabar Batavia, Bataviansch Nieuwsblad menyebutnya sebagai langkah pertama telah diayunkan dan itulah langkah yang besar. Pada tanggal 13 Juli 1908 dalam surat kabar ini termuat tekad kaum muda sebagai pemimpin di masa yang akan datang untuk memperbaiki keadaan rakyat.

D. Beberapa Kongres Budi Utomo
Pada tanggal 5 Oktober 1908, kongres peresmian dan pengesahan anggaran dasar, diadakan di Yogyakarta. Tujuan perkumpulan untuk kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, pedagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat. Pengurus pertama terdiri dari: Tirto Kusumo (Bupati Karanganyar), sebagai ketua; Wahidin Sudiro Husodo (dokter Jawa) , Wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugomdo (keduaduanya guru Kweekschool), sekretaris; Gondoatmodjo (opsir legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto Mangoenkoesoemo (dokter di Demak) sebagai komisaris. Simpatisan untuk organisasi ini berdatangan, sehingga setahun kemudian (1909) tercatat 40 cabang. Setelah itu bermunculan perhimpunan-perhimpunan politik lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya dalam suasana politik yang semakin terbuka melalui Kongres 1928, Budi Utomo memutuskan akan menjalankan prinsip nonkooperasi jika rencana undang-undang tentang Inlandsche Meerderheid dalam Volksraad ditolak Perwakilan Rakyat Belanda. Keputusan penting penambahan satu kalimat dalam pasal tujuan perhimpunan: membantu terlaksananya cita-cita persatuan Indonesia. Konggres 1932, tujuan BU diubah secara radikal yaitu Mencapai Indonesia Merdeka. Prakarsa mengenai fusi disetujui kongres; terbuka bagi perhimpunan yang beranggotakan orang Indonesia; diselenggarakan atas dasar kenasionalan Indonesia yang menuju Indonesia merdeka dan Kesatuan; bersikap kooperatif, dengan hal-hal tertentu dijalankan non-kooperatif. Konggres Juni 1933, membahas masalah Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Scholen ordonnantie), perbaikan hidup kaum tani dan menentang pembatasan hak berserikat dan berkumpul. Januari 1934, dibentuk komisi BUPBI (Persatuan Bangsa Indonesia), yang kemudian disetujui oleh kedua pengurus besarnya pertengahan 1934. Tanggal 24-26 Desember Kongres peresmian fusi dan juga merupakan kongres terakhir BU, dan lahirlah Partai Indonesia Raya atau disingkat PARINDRA.

E.  Perkembangan Budi Utomo
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata politik ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai tanah air Indonesia makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya.
Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya tanah air (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.